Jakarta (Antara Kalbar) - Penyelesaian masalah penindasan etnis Rohingya
di Myanmar lebih memerlukan peran negara dan organisasi ASEAN, kata
pengamat politik Islam dari Univeraitas Indonesia Yon Machmudi.
"Ini karena kasus diskriminasi dan kekerasan etnis ini sudah
berlangsung sangat lama, sistemik dan mengakar," ujar Yon Machmudi
menjawab pertanyaan Antara di Jakarta, Selasa.
Menurut dia,
kekerasan terhadap etnis Rohingya itu melibatkan negara dalam hal ini
militer dan didukung kelompok Budha garis keras yang dipimpin oleh Biksu
Wiratu.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya UI itu menambahkan,
masalahnya menjadi sangat kompleks karena melibatkan rakyat di tingkat
bawah atau "grassroot" yang melakukan pengusiran kepada etnis Rohingya.
Pada satu sisi, lanjutnya, kebijakan negara terhadap Rohingya
menunjukkan sikap ketidakinginan melakukan integrasi etnis. Rohingya
dianggap bukan bagian dari bangsa dan warga negara Myanmar.
"Kebijakan negara dalam mengelola etnisitas juga cenderung menggunakan
pendekatan homogenisasi. Artinya hanya satu etnis saja yang memiliki
keistimewaan dalam kekuasaan," kata alumnus program studi Asia Tenggara
the Australian National University (ANU) itu.
Kebijakan semacam ini, katanya, cenderung melenyapkan etnis yang tidak diinginkan.
"Secara terstruktur, negara melakukan genosida, pengusiran maupun
asimilasi secara paksa guna menghilangkan identitas etnis yang tidak
disukai itu. Ini mirip seperti nasib bangsa Kurdi dan Palestina, karena
negara baru tidak mau mengayomi maka sering dilabeli sebagai kelompok
separatis," ujar Yon.
Peran Indonesia Untuk itu, lanjut dia,
peran Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara menjadi
penting untuk ikut mencegah proses pengusiran paksa atau displacement
maupun pembersihan etnis (etnict cleansing) Organisasi ASEAN juga dapat
menekan Myanmar agar dapat menjauhkan kebijakan yang diskriminatif itu,
karena bertentangan dengan karakter bangsa di Asia Tenggara.
"Prinsip-prinsip itu saya kira harus ditegakkan agar ada
'platform'(kerangka dasar) tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap
negara anggota ASEAN," kata Yon yang juga Ketua Program Studi
Pascasarjana Kajian Timur Tengah UI itu.
Walau bagaimanapun,
ujar Yon, pengaruh junta militer masih sangat kuat dan cenderung tidak
kompromi dalam menstabilkan negara dan sering melakukan pelanggaran hak
azasi berat.
"Jika tidak dipenuhi, kebijakan isolasi perlu dipikirkan oleh ASEAN kepada Myanmar," katanya.
Myanmar, lanjut dia, harus melakukan pendekatan bersifat akomodasi
politis atau "political accomadation" jika memang masih menghargai
hak-hak minoritas di negaranya, bukan sebaliknya berusaha menghilangkan
eksistensi etnis Rohingya.
Perlu Peran ASEAN Selesaikan Kasus Rohingya
Selasa, 5 September 2017 10:58 WIB